Senin, 11 Desember 2017

Pentingnya Memperhatikan Unsur Daluarsa

Pentingnya Memperhatikan Unsur Daluarsa

Suatu pemikiran menarik bagi kami yang menjalankan profesi Advokat Indonesia, yang dalam era reformasi hukum menginginkan terwujudnya penegakan hukum yang baik dan benar, secara nyata dan objektif perlu kami kemukakan mengenai hal yang sederhana namun berakibat fatal, yaitu kurangnya pemahaman mengenai ilmu hukum itu sendiri dari para aparat penegak hukum [tidak tertutup kemungkinan dalam beberapa kasus yang kami tangani, kekurangan pemahaman ini terjadi di kalangan profesi Advokat].
Akibat dari kurangnya pemahaman terhadap ilmu hukum, hal ini sesungguhnya menimbulkan kerugian materiel dan im-materiel bagi kalangan masyarakat [khususnya bagi kalangan pe-bisnis] ataupun kelompok individu yang terlibat langsung dalam lalu-lintas hukum pada masyarakat tertentu yang tunduk pada ketentuan dan peraturan perundangan Indonesia.
Yang dimaksud dengan DALUARSA  adalah “apabila seseorang pada saat melakukan kejahatan atau pelanggaran, akan tetapi terhadap orang itu tidak segera dilakukan penuntutan, oleh karena delik atau kejahatan tersebut belum diketahui atau orangnya melarikan diri, maka pada saat melakukan kejahatan atau pelanggaran itu telah lampau beberapa  waktu sebagai ditentukan jangka waktunya.
Dalam suatu contoh kasus misalkan dari pihak penyidik [kepolisian] dikarenakan terbatasnya kemampuan teoritis secara akademis untuk memahami dan selanjutnya melaksanakan isi suatu peraturan-perundangan [misalnya hukum pidana], telah menerima pengaduan/pelaporan dari seorang korban [tindak pidana yang mensyaratkan bahwa, untuk diadakannya penyidikan dan penuntutan harus ada Pengaduan dari Korban, dalam contoh konkrit berlaku terhadap pasal 310 KUHPidana [mengenai pencemaran nama baik] ataupun pasal  311 KUHPidana [mengenai fitnah]. Didukung kurangnya kemampuan akademis, pihak penyidik selanjutnya melanjutkan pemeriksaan dan/atau melakukan penyidikan terhadap bukti dan saksi-saksi termasuk melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, tanpa menelaah terlebih dahulu apakah delik aduan yang dilaporkan tersebut telah memenuhi unsur kadaluarsa atau tidak, karena “pengaduan” ini penting untuk diperhatikan guna memenuhi ketentuan Pasal 74 KUHpidana.
Sangat disayangkan apabila dalam suatu penegakkan hukum, pada saat melaksanakan upaya penyidikan dan pemeriksaan terhadap seorang tersangka, bersamaan itu pula penyidikan dan pemeriksaan dimaksud telah melanggar ketentuan hukum lainnya misalkan mengabaikan ketentuan daluarsa sebagaimana dimaksud pada Pasal 74 KUHPidana, karena akhirnya penyidikan dan pemeriksaan ini hanya akan menciptakan “kekecewaan” bagi si-tersangka dan hanya menciptakan suatu NEMO DEBET BIS VEX ARI atau ketidak-tentraman terus-menerus serta dan memperburuk citra penegakkan hukum di mata masyarakat.
Adalah peristiwa yang lebih memalukan bagi seorang Advokat yang memberi nasehat/saran hukum kepada kliennya, untuk mengajukan Gugatan Perdata, misalkan Gugatan Perbuatan Melawan hukum terhadap suatu perkara yang telah memenuhi Daluarsa. Hal yang memalukan disini karena seorang Advokat yang dalam menjalankan profesinya, lebih cenderung dekat dengan pe-bisnis dan/atau masyarakat maupun individu telah melakukan mal-praktek, yaitu kelalaian advokat untuk memperhatikan unsur daluarsa, dan seorang klien karena polos dan lugu-nya tetap memberikan kuasa kepada Advokat untuk mengajukan Gugatan Perdata terhadap Tergugat melalui Pengadilan Negeri.
Pentingnya pemahaman ‘bangunan’ DALUARSA ini dalam suatu perkara pidana maupun perdata antara lain adalah :
1.Dengan lampaunya waktu yang agak lama, setelah kejahatan/perbuatan melawan hukum itu dilakukan, maka ingatan seseorang [baik tersangka, saksi] terhadap fakta hukum itu semakin lama semakin lemah, karena itu :
a.Keperluan untuk mengadakan penuntutan/gugatan akan menjadi lemah pula dengan sendirinya ; dan
b.Dipandang dari sudut hukuman, keperluan untuk prevensi lemah pula. Jadi, keperluan untuk mengadakan  vergelding lemah juga.
2.Untuk memberi kepastian hukum kepada individu, terutama kepada si-tertuduh, terlebih-lebih bila si-tertuduh telah menyingkirkan diri dari masyarakat, dan penyingkiran itu sendiri sudah dianggap sebagai hukuman oleh karenanya kepadanya harus diberikan ketentraman hati.
3.Berdasarkan pertimbangan praktis ini, pada umumnya bila dilakukan suatu delik dan beberapa tahun setelah delik itu dilakukan baru diadakan penuntutan, maka barang bukti dari delik itu sulit untuk dikumpulkan, karena telah hilang, rusak dan sebagainya, demikian juga saksi-saksi akan sangat sulit didapat, karena pindah, meninggal ataupun sebab-sebab lainnya.

Diambil dari postingan
advokat Robaga Gautama Simanjuntak
Kantor Advokat RGS & Mitra
Postingan Jakarta 6 Juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Transaksi modal internasional di hukum perusahaan di indonesia

Transaksi transnasional di seluruh dunia telah memaksa banyak pelaku bisnis untuk membentuk badan hukum yang kuat untuk membangun kekuatan...